Kamis, 10 Juni 2010

Dimanakah keadilan-Mu, ya Allah?


SAYA SERING menceritakan kisah yang akan Anda baca ini di hadapan teman-teman yang saya kenal, atau di forum-forum yang saya hadiri, tetapi tidak melalui tulisan. Baiklah saya tuliskan sekarang kisah itu.

Saya memiliki seorang sahabat, sebut saja namanya Fauzi. Kala saya mengenalnya di awal 2007, ia masih duduk di semester akhir di sebuah universitas Islam ternama di Jogjakarta. Ia kuliah dengan biayanya sendiri. Bukan sebab orangtuanya tidak mampu membiayainya, tetapi ia ingin mandiri saja. Orangtuanya cukup mampu, hanya saja ia merasa lebih puas jika kuliah dengan mencari biaya sendiri.

Salah satu sebab yang membuat saya kagum padanya adalah karena kedermawanannya. Ia memiliki empat anak asuh yatim piatu yang dibiayainya dengan uangnya sendiri untuk disekolahkan. Anak-anak Tuhan itu dimasukkan ke sebuah pesantren di Bantul, Jogjakarta. Mereka disekolahkan dari hasil jerih payahnya berjualan buku, terkadang dari hasil fee menulis artikel dan resensi di koran yang tidak seberapa hasilnya.

Suatu hari, saat ia harus memberikan jatah bulanan kepada anak-anak asuhnya itu, ia tidak memiliki uang. Ia bingung harus mencari ke mana? Hingga akhirnya, ia mendapatkan sebuah pinjaman uang dari seorang teman dan harus dikembalikan secepatnya, karena uang itu akan segera dipakai untuk membayar kredit motor yang sebentar lagi akan jatuh tempo.

Dan, besok, adalah hari dimana ia harus mengembalikan uang tersebut. Hatinya tidak karuan. Sebab, pada saat itu, ia tidak memiliki uang untuk mengembalikan pinjamannya. Semua usaha telah ia lakukan untuk mengembalikan uang itu, tetapi hasilnya selalu saja nihil.

Pada suatu malam, di saat pikirannya sedang kalut, ia berdoa kepada Allah, “Ya Allah, sekiranya hamba-Mu mengasuh anak-anak yatim ini dan Engkau memberikan pahala, maka turunkanlah pahala itu sekarang juga. Engkau tahu, kini hamba-Mu sedang butuh pertolongan-Mu. Butuh uluran tangan-Mu. Kalau Engkau benar adil, tunjukkan keadilan-Mu, ya Allah?” Demikian kira-kira cuplikan doa protes yang saya dengar dari perkataannya.

Setelah berdoa, ia tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi seakan-akan ada sosok manusia yang tidak dikenalnya sedang mentransfer sejumlah uang ke nomor rekeningnya. Ia mengecek pagi harinya. Dan, betul, saldonya bertambah. Subhanallah. “Uang dari manakah ini, ya Allah?” Tanyanya dalam hati.

Ia sering juga mengalami pengalaman-pengalaman mistik lain. Salah satunya, suatu kali, kala ia sedang berjualan buku, ada seseorang yang membeli semua bukunya dan tidak mau didiskon. Ini aneh. Adakah orang yang memborong semua buku tanpa mau didiskon? Adakah orang yang mau membeli semua buku—dalam jenis buku yang sama?

Pernah juga saat ia berjualan buku, seseorang yang tidak dikenal mendekatinya dan memberikan sejumlah uang kepadanya dan ia memaksanya agar menerima uang itu.

Kejadian-kejadian seperti ini membuat dirinya semakin yakin akan kekuasan, keadilan, dan kasih sayang Allah.

Saya lalu memberanikan diri untuk bertanya kepadanya, “Mengapa kamu melakukan itu, padahal saya tahu, kamu sendiri juga sering kekurangan?”

“Sahabatku, ketahuilah, Allah itu akan menolong kita jika kita menolong hamba-Nya. Kita akan dicintai-Nya jika kita mencintai hamba-Nya. Dengan begitu, saya mantap, yakin, dan tidak pernah takut akan kekurangan harta, sebab Allah selalu mengirimkan pertolongan-Nya kepada saya.”

Fauzi adalah contoh manusia yang telah tercerahkan spiritualnya. Ia telah meyakini secara kuat bahwa Tuhan dapat didekati kala ia mendekat kepada hamba-Nya. Jangan pernah berharap kita mampu mendekati-Nya, kalau kita masih pelit, cuek, dan egois. Dan, kini, Fauzi sudah tidak mahasiswa lagi. Ia sudah menjadi sarjana betulan. Beberapa minggu yang lalu saya bertemu dengannya. Sekarang, dia mengelola sebuah penerbitan di Jogjakarta yang sedang naik daun.

Dicuplik dari buku SOLUSI TIDAK TERDUGA.
Masih ada 60 kisah menarik lainnya yang dapat Anda baca dalam buku tersebut.

PALING NGETOP